
Pemerintah mengubah nomenklatur Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang sering disingkat Badan menjadi Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Informasi itu disampaikan Kepala Balai Bahasa Aceh, Drs. Muhammad Muis, M.Hum. ketika membuka acara penandatanganan SPK (Surat Perjanjian Kerja) pegawai Balai Bahasa Aceh di Aula Balai Bahasa Aceh, Kamis (28/3/2019). “Mulai sekarang atau tepatnya sejak tanggal 25 kemarin, kita sudah harus menyesuaikan segala kegiatan dan surat menyurat termasuk stempel dengan nomenklatur baru tersebut” ujarnya.
Ia menerangkan bahwa meskipun perubahan tersebut telah santer terdengar sejak awal Maret dengan terbitnya Permendikbud Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Permendikbud Nomor 11 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyatakan bahwa nomenklatur Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berubah menjadi Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, namun secara resmi baru dilaksanakan setelah terbitnya Surat Edaran dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Hasil penelusuran redaksi surat edaran dimaksud adalah Nomor 3216/G1.2/KP/2019 Tentang Perubahan Nomenklatur Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menjadi Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, bertanggal 25 Maret 2019.
Kepala Balai menambahkan bahwa perubahan tersebut disebabkan oleh bergabungnya Pusat Perbukuan ke Badan Bahasa. Meskipun di pusat telah mengalami perubahan nama, namun di daerah, Balai dan Kantor masih tetap memakai nomenklatur lama. “Kemungkinan besar di kita akan menjadi Balai Bahasa dan Perbukuan Aceh. Itu perkiraan saya. Namun untuk sementara, masih tetap ya, sampai ada ketentuan lebih lanjut.” Kira-kira kapan ya?
Sampai berita ini diturunkan, redaksi belum sempat mengonfirmasi latar belakang bergabungnya urusan perbukuan dengan lembaga yang selama ini kita kenal menangani masalah kebahasaan, baik kepada Kepala Balai Bahasa Aceh maupun pejabat lain di pusat. Setakat ini, hasil penelusuran di internet tentang hal tersebut juga belum memuaskan. Alasan pemilihan “pengembangan”, bukan “pembinaan” dalam nomenklatur baru sepertinya juga isu yang cukup menarik ditilik lebih lanjut.
Sekadar kilas balik, secara historis, sebelum nomenklatur baru ini, lembaga yang mengurusi masalah kebahasaan di Indonesia sebenarnya telah mengalami perubahan nama 9 kali sejak kemerdekaan. Sebelum Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, lembaga ini diberi nama Pusat Bahasa. Beberapa nama terdahulu dan sejarah lembaga ini lebih lengkap dapat Anda baca misalnya di sini.
Jadi, ketika tahun ini lembaga pengambil kebijakan kebahasaan ini kembali berganti nama, tampaknya itu bukanlah yang terakhir. Struktur birokrasi memang harus dinamis menyahuti perkembangan sosial politik dan agenda pembangunan nasional.
Selamat! Semoga semakin memperkuat sinergi peningkatan literasi bangsa.