Balai Bahasa Provinsi Aceh

logo tut wuri handayani kemendikbud

Balai Bahasa Provinsi Aceh

Sulitkah Menulis?

Ilustrasi tulisan "Menulis itu Mudah" di atas laptop dengan secangkir kopi di sebelahnya

Sulitkah menulis? Itulah pertanyaan pertama yang dilontarkan seorang dosen senior pada tatap muka kuliah pertama pelajaran basic writing. Hampir semua  mahasiswa menjawab sangat sulit. Lalu pengajar tersebut melanjutkan pertanyaannya: apanya yang sulit. Sebagian menjawab:  tidak tahu cara memulainya. Yang lain menjawab tidak ada ide, kurang pandai  merangkai kata, dan sebagainya. 

Sebelum melangkah lebih jauh tentang diskusi ini, apa sebenarnya menulis itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menulis adalah kegiatan untuk menciptakan catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis pada umumnya dilakukan di atas kertas dengan menggunakan alat seperti pulpen, pensil dan sejenisnya.


Pada zaman Mesir kuno, menulis dilakukan dengan menggambarkan bentuk-bentuk benda ataupun lambang-lambang atau yang dikenal dengan hieroglyph. Kemudian menulis berkembang seiring terbentuknya aksara-aksara  umum yang seragam (huruf latin) yang dipahami oleh semua orang dan terciptanya berbagai alat untuk memudahkan menulis dan mencetak seumpama mesin ketik, komputer dan pencetak yang menyebabkan semakin giatnya seseorang menulis karena karyanya mudah diterbitkan.  


Perkembangan teknologi yang signifikan dengan terciptanya berbagai alat dan mesin yang memudahkan aktivitas menulis dan mencetak tidaklah menjamin bahwa menulis itu bisa dilakukan oleh setiap orang. Banyak mahasiswa yang telah mempelajari  teori-teori  menulis yang baik masih mengupahkan karya akhirnya pada orang lain. Tidak sedikit pula pejabat yang sudah “master”, namun tetap meminta asisten atau bawahannya untuk menuliskan pidatonya.


Kalaupun mereka harus menulis sendiri, itu dilakukan karena terpaksa demi memenuhi tuntutan pekerjaan. Cukup banyak guru dan dosen yang terpaksa menulis ketika mengurus kenaikan pangkat dan melengkapi persyaratan sertifikasi. Selain hasil tulisan yang tidak bermutu, tidak jarang dalam situasi seperti itu, berbagai praktik kotor pun kerap terjadi seperti plagiasi dan pencurian hasil karya orang lain.

Menulis memang bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan sembarangan. Namun itu tidak berarti bahwa hanya orang tertentu yang mampu menulis. Menulis dapat dimahiri melalui proses belajar dan latihan. Kebanyakan rintangan menulis berasal dari stereotip. Berikut tujuh stereotip yang paling menghantui calon-calon penulis.


Pertama, “saya bukan penulis”. Kenyataannya, siapa pun yang bisa menggunakan pikirannya dan menuangkannya dalam tulisan, maka dia adalah penulis.

Kedua, “saya bukan penulis hebat”. Sesungguhnya tidak ada penulis hebat atau jelek. Yang ada hanyalah penulis lanjut dan penulis pemula.

Ketiga, “penulis pemula sulit memulai”. Realitanya, sastrawan besar pun kadang-kadang mengalami kesulitan dalam memulai kalimat.

Keempat, “yang ditulis harus hal-hal yang hebat”. Sebenarnya,  banyak tulisan yang berangkat dari hal-hal yang amat sederhana.

Kelima, “pengalaman saya tidak ada yang hebat sehingga tak akan bermanfaat untuk ditulis”. Padahal banyak pengalaman pribadi yang unik yang bisa mengundang antusiasme pembaca..

Keenam, “tulisan itu harus sempurna”. Buktinya, tidak ada tulisan yang sempurna. Tulisan sastrawan berkelas pun selalu mengundang kritik.

Ketujuh, “takut menjadi bahan tertawaan karena idenya tidak orisinal. Kenyataannya, tidak ada orang yang berpikir orisinal. Pemikiran setiap orang selalu diwarnai pemikiran orang lain.

Anggapan semacam itulah yang menyebabkan kebuntuan penulis atau yang lebih dikenal dengan writers blocking, bisa terjadi di awal, di akhir, maupun di tengah tulisan. Lalu apa yang mesti dilakukan untuk mengatasinya? Pastinya kita harus berpegang pada realitas bukan anggapan atau stereotip. Malah kebuntuan dalam menulis itu harus disyukuri, karena itu pertanda bawah otak kita tengah bekerja dalam proses kreatif.


Berikut 5 tips untuk mengatasi rintangan dalam menulis.

  1. Tetapkan jadwal menulis; pagi, siang atau malam. Keberadaan kita di depan komputer ataupun meja dengan secarik kertas dan pena yang rutin maka pikiran dan mood pun akan hadir bersamaan.
  2. Buatlah menulis itu sebagi rutinitas, bukan hanya ketika mood baru anda menulis. Buat  seperti Anda menulis diari tiap malam sebelum tidur.
  3. Menulislah bebas tanpa tujuan! Jangan pikirkan tanda baca dan tata bahasa! Menulislah bagai air yang mengalir tanpa melihat paragraf  di atasnya!
  4. Lakukan brainstorming dengan yaitu menulis ide-ide yang berkenaan dengan hal yang akan ditulis!
  5. Ketika betul-betul buntu, istirahatlah, lakukan aktivitas seumpama minum air putih, berjalan di luar rumah menggeliatkan badan, dan sebagainya, lalu kembalilah menulis!      

Semakin banyak menulis semakin puaslah batin kita. Seorang penulis yang telah menghabiskan berjam-jam waktunya di depan komputer dan meninggalkan pekerjaan lain akan segera melupakan kejenuhannya tersebut manakala tulisannya itu  diapresiasi dan membawa manfaat bagi orang lain. James W. Pennebaker, seorang ahli psikologi mengatakan bahwa menulis merupakan metode yang tepat untuk memahami dan memecahkan gejolak pribadi.


Tulislah semua yang hendak Anda ungkapkan, lalu bacalah kembali tulisan tersebut! Niscaya beban perasaan dan pikiran Anda akan dan  sehat kembali. Kalau anda tidak mau dilupakan oleh orang maka menulislah. Begitulah kata Benyamin Franklin, salah seorang Presiden Amerika.


Oleh karena itu, mari menulis dari sekarang karena sesungguhnya belajar menulis itu bukanlah menghabiskan berjam-jam waktu dengan membaca berbagai buku tentang menulis tetapi dengan memulai dan terus  membuat tulisan dari sekarang.


Tentang penulis