“Pruuuh.. fhuuh…pruuuh….” Ilfi menyemburkan nasi yang disuapkan ke dalam mulutnya. Lalu ia tertawa kegirangan.

“Wahahaha… wahahaha wahahaha…. Bajumu menjadi kotor. Kamu tidak dapat  pergi bekerja. Kamu tidak dapat pergi bekerja,” teriak Ilfi berulang-ulang menunjukkan rasa senang di hatinya.

Fikri memerhatikan kemejanya yang berlepotan nasi dan campuran sayur beserta lauk. Sementara itu, jam di dinding menunjukkan pukul tujuh lima belas menit. Perjalanan dari rumah ke tempat kerja berjarak lima belas menit hingga dua puluh menit. Fikri tidak sempat berganti pakaian.

“Ilfi, aku berangkat bekerja. Kamu jangan kemana-kemana hingga aku pulang bekerja!” pesan Fikri pada Ilfi.

Ilfi tersenyum-senyum sambil sesekali tertawa. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menarik lengan Fikri.

“Jangan pergi! Aku takut!” rengek Ilfi.

“Kamu tidak perlu takut. Setelah jam kerja selesai, aku akan langsung pulang ke rumah,” kata Fikri menenangkan Ilfi.

Insya Allah nanti sore aku akan mengajakmu jalan-jalan. Kita naik perahu bebek di laut. Kamu suka kan?” ujar Fikri.

Ilfi kembali mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Aku suka. Aku suka,” kata Ilfi sambil bertepuk-tepuk tangan.

Fikri bergegas mengambil helm dan kunci sepeda motornya. Ia melajukan kendaraan kesayangannya itu hingga tiba di tempatnya bekerja. Seperti biasa, ia langusng menuju ruang kerjanya. Beberapa orang karyawan tersenyum-senyum melihat ke arah kemeja yang dikenakannya. Ada beberapa orang yang berbisik-bisik ketika ia masuk ke ruang kerjanya.

“Pasti adiknya mengamuk lagi, bajunya kotor begitu, ” sepotong ucapan sampai di telinga Fikri.

Fikri memandang mereka sambil tersenyum. Ia tidak memberikan tanggapan apa pun. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Hari ini ada pekerjaan dari tiga perusahaan yang harus diselesaikannya sebagai desainer interior. Ada banyak ruang yang harus ditatanya. Selama ini hasil pekerjaannya selalu bagus karena ia bekerja dengan sepenuh hati.

Menjelang jam kerja selesai, Fikri menyandarkan kepalanya ke kursi. Hari ini pikirannya penat setelah lelah bekerja. Ia memikirkan Ilfi. Ilfi adik perempuannya. Keadaan Ilfi seperti itu sejak setahun lalu setelah suaminya menceraikannya. Sejak itu Ilfi sering marah-marah tidak terkendali. Ketika mengamuk, ia akan melemparkan dan memecahkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Fikri pernah meminta saran dari kakak sepupunya.

“Emosi Ilfi tidak stabil. Setiap saat ketika situasi tidak m,enyenangkan baginya, ia dapat marah dan mengamuk,” ujar Kak Nida, sepupu Fikri yang lulusan fakultas psikologi.

“Lalu apa yang harus aku lakukan, Kak?” tanya Fikri.

“Usahakan meluangkan sebagian waktumu untuknya. Kau juga dapat mengajaknya jalan-jalan. Ajaklah dia untuk melihat hijaunya tanaman di kebun, mendengar kicauan burung di hutan, melihat birunya air laut, beningnya air danau dan sejuknya air di gunung.  Berada di antara keindahan alam akan menghilangkan pikiran-pikiran buruk dari dalam dirinya,”

“Apalagi ini terjadi karena suaminya menceraikannnya setelah lima tahun pernikahan tanpa anak. Padahal ada juga mereka yang sudah menikah hingga sepuluh tahun, lima belas tahun, dua puluh tahun bahkan lebih, kehidupan mereka baik-baik saja,” ujar Kak Nida lagi.

“Nasib orang kan berbeda-beda. Nasib Ilfi seperti ini,” ujar Fikri.

“Kau benar Fikri. Ada orang yang dapat menerima takdir kehidupannya dan ada juga yang sulit untuk menerimanya. Yakinkan dia bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik dalam kehidupan kita. Ajak juga dia untuk membaca Alquran beserta artinya supaya hatinya lebih tenang,” kata Kak Nida di akhir pembicaraan mereka.

Pulang bekerja di sore hari itu, Fikri memarkirkan kendaraannya di sudut halaman rumahnya. Fikri terkejut ketika melihat pintu depan rumahnya terbuka lebar.

“Ilfi, Ilfi, kamu dimana?” Fikri memanggil-manggil nama Ilfi. Fikri menyusuri rumahnya mulai dari halaman depan hingga halaman belakang rumah setelah ia tidak menemukan keberadaan Ilfi di dalam rumah. Ia tidak menemukan Ilfi di sekitar rumah.

Hari tetangga depan rumahnya tampak terburu-buru masuk ke halaman rumahnya.

“Bang Fikri, kacau ini keadaannya. Pasti Bang Fikri sedang mencari keberadaan Kak Ilfi kan?” ujar Hari.

“Di mana dia?” tanya Fikri.

“Kak Ilfi berada di ujung kompleks. Kak Ilfi berteriak-teriak di sana, Bang. Ia tertawa-tawa bersama anak-anak di sekitar kompleks. Ia mengambil dua stoples besar berisi permen dari warung Kak Yung dan membagikannya ke anak-anak itu. Tentu saja anak-anak itu senang sekali. Masalahnya Kak Yung  berteriak-teriak memanggil Kak Ilfi karena Kak Ilfi belum membayar permen yang dibawanya,” lapor Fahri.

Setelah mendengar penuturan Hari, Fikri bergegas menuju ke ujung kompleks. Ia harus memberesi kekacauan yang terjadi dan mengajak Ilfi pulang ke rumah.          

Balai Bahasa Aceh, 15 s.d. 18 Juli 2019.

Tinggalkan balasan!