“Khuk, khuk, huk…..pruh, pruh, pruh,” Tandra meludah di atas trotoar ketika ia berjalan pulang dari tempat kerjanya di suatu perusahaan periklanan. Seorang laki-laki yang berjalan bersisian di sebelah kiri Tandra menghentikan langkahnya. Ludah yang dikeluarkan dari tenggorokan Tandra jatuh tepat di hadapannya. Dahak itu kuning kehijauan

            “Bluek,” terdengar suara dari laki-laki berusia dua puluh satu tahun seumuran Tandra.  Ia tampak jijik melihat dahak Tandra.

            “Jorok,” umpat laki-laki itu agak keras. Ia membetulkan letak ranselnya lalu berjalan dengan cepat meninggalkan Tandra.

            “Hanya meludah saja pun menjadi masalah,” gumam Tandra tanpa rasa bersalah.

            Tandra sedang terkena batuk. Dua minggu ini batuknya belum reda juga meskipun ia sudah minum obat batuk. Ia meludah di mana saja sesuka hatinya. Kadang ia membuang dahaknya di atas rumput, lain waktu di atas paving block di tempat kerjanya, dan juga ia meludahkan dahaknya di taman yang berada di halaman perusahaan tempatnya bekerja.

            Petugas kebersihan di perusahaan periklanan tempat Tandra bekerja pernah tidak sengaja memegang dahak Tandra yang berada di atas rumput di taman. Ketika itu ia sedang membersihkan daun-daun kering yang jatuh di atas rumput. Petugas kebersihan itu bersungut-sungut menahan kesal ketika ia mencuci tangannya di keran air.

            “Ada apa Bang ?” tanya Tandra yang berpapasan dengan petugas kebersihan tersebut.

            “Ada orang yang meludah sembarangan. Ia mengeluarkan dahaknya di sembarang tempat. Ia meludah di atas rumput dan dahaknya terpegang tanganku ketika aku sedang membersihkan taman. Padahal di toilet orang itu dapat meludah, lalu siram sampai bersih,” sahut Bang Far, petugas kebersihan di perusahaan tempat Tandra bekerja.

            Wajah Tandra tampak memerah. Di dalam hatinya, ada sedikit penyesalan yang muncul karena perbuatannya meludah sembarangan telah menyusahkan orang lain. Akan tetapi, beberapa jam berlalu, Tandra sudah melupakannya. Ia kembali meludah dan membuang dahaknya sembarangan.

            Suatu pagi ketika Tandra sedang berolahraga di taman kota di pagi hari, Tandra melihat seorang anak berusia delapan tahun yang terbatuk-batuk begitu kerasnya. Wajahnya sampai memerah menahan rasa sakit yang dirasakannya. Ibu anak tersebut menggosok-gosok punggung dan dada anaknya untuk meringankan rasa sakit yang dialami oleh anaknya. Ayahnya mengeluarkan kapsul obat dari pembungkusnya dan meminumkannya segera kepada anak itu.

            “Anak Om dan Tante sakit apa?” tanya Tandra.

            “Anak kami mengalami penyakit tuberkulosis. Mungkin ia tertular penyakit dari orang yang mengalami tuberkulosis dan orang tersebut meludah sembarangan. Bakterinya beterbangan di udara dan dihirup oleh anak kami,” sahut ayah si anak.

            Tandra tertegun mendengar pernyataan dari ayah dan ibu anak tersebut. Kebiasaannya meludah dan mengeluarkan dahaknya di atas rumput, di trotoar, dan di atas paving block membayang kembali di hadapannya. Padahal ia juga tak ingin melihat dahak orang lain yang dengan sengaja dikeluarkan dengan sepenuh kesadaran.

                                                       Balai Bahasa Aceh, 15 s.d. 17 Oktober 2019.

Tentang penulis

Tinggalkan balasan!