Cerita dari Patani (6): Patani Bebas Helm

Salah satu aturan umum pengguna sepeda motor adalah keharusan memakai helm baik bagi pengendara maupun bagi orang yang dibonceng di belakangnya.

Hakikat kewajiban memakai helm adalah untuk melindungi kepala si pengendara dari benturan apabila terjadi kecelakaan. Helm diyakini dapat menimalisir kerusakan dan luka kepala bila terjadi benturan keras akibat kecelakaan.

Namun demikian, kewajiban memakai helm tidak berlaku di Patani, Thailand Selatan. Hari itu adalah Minggu tanggal 8 Juli 2018, hari pertamaku melihat matahari pagi di Thailand Selatan tepatnya di dalam kampus Universiti Fatoni, wilayah kampung Serong, Khaotoom, Yarang, Provinsi Pattani.

Oh ya, supaya tidak membingungkan, saya akan menjelaskan dulu istilah Pattani dan Patani. Kata “Pattani” bermakna provinsi yang ada di Patani. Sementara kata “Patani” bermakna wilayah Patani yang meliputi tiga Propinsi, Pattani, Yala, dan Narathiwat.

Pagi itu saya dijanjikan akan diajak pergi ke kota Yala untuk membeli beberapa keperluan di rumah tempat saya akan tinggal yang disediakan oleh kampus.

Lalu kenapa saya pergi ke Yala, padahal saya tinggal di provinsi Pattani. Iya, karena letak kampus tempat saya bertugas, Universiti Fatoni, lebih dekat dengan Kota Yala, hanya 15-20 menit naik sepeda motor. Sedangkan Pusat Kota Pattani jaraknya sekitar 1- 1,5 jam perjalanan naik motor dari kampus.

Sekitar pukul 9.30, bersama seorang mahasiswa tingkat akhir, Adly, saya berangkat naik sepeda motor ke Pasar di Kota Yala. Saya sempat meminta helm kepada Adly. ”Tak apa, Pak. Di sini tak pakai helm.” Oh ya”, jawab saya terkejut. “Bapak lihat saja nanti,” balas Adly.

Baca juga:   Puisi Tentang Gerimis

Sepanjang perjalanan saya di atas sepeda motor hanya melihat kiri dan kanan, layaknya seorang kampung baru turun Kota. Dan ternyata benar sepanjang jalan saya perhatikan tidak seorangpun penggendara sepeda motor memakai helm di jalan raya umum.

Kebetulan saat itu kami mengambil jalan belakang melewati pergunungan kecil untuk menuju Kota Yala jadi tidak banyak lalu lintas. Untuk diketahui wilayah Patani ini adalah wilayah konflik, jadi jangan heran jika banyak pos polisi dan tentara di jalan.

Di depan pos mereka akan ada selalu drum dan pagar kawat berduri serta barikade lainnya yang dibuat zigzag. Setiap lalu lintas harus perlahan saat melewati pos tersebut dan bila dicurigai sering sekali pengendara sepeda motor dan mobil diminta untuk berhenti dan digeledah, dan disini hal ini adalah biasa.

Ketika kami sudah memasuki kawasan Kota dengan toko dan pasar yang banyak di kiri kanan jalan, pos polisi dan tentara pun semakin banyak. Di setiap simpang jalan dan sudut kota selalu ada pos dengan tentara yang siap siaga bersenjata dan memakai helm baja.

Yang mengherankan saya, pengendara di Yala tak ditangkap bila tak memakai helm, tapi akan ditindak oleh polisi bila melanggar lampu lalu intas.

Semua pengendara di Kota Yala taat pada rambu dan lampu merah walaupun berhentinya melewati garis batas dan bahkan sudah menyelonong 5 meter lewat lampu stop, tapi mereka berhenti menunggu giliran lampu hijau untuk berjalan.

Baca juga:   Cerita dari Patani (3): Minum = Es Batu

Hal ini sungguh aneh bagi saya. Polisi akan menindak jika ada pengendara sepeda motor atau mobil yang melanggar rambu, tetapi helm dikecualikan. Disamping itu keanehan lain yang saya jumpai disaat itu adalah mobil dan kenderaan di parkir bukan di pinggir kiri jalan tetapi di median jalan paling kanan dekat dengan taman pemisah jalan.

Setelah berbelanja, sambil istirahat minum-minum saya bertanya kepada Adly tentang semua keganjilan yang saya saksikan dari tadi. Ternyata, di tiga provinsi di Patani, pegendara sepeda motor tidak diwajibkan memakai helm.

Kalaupun memakai helm, maka tidak boleh berkaca gelap dan harus dibuka kacanya bila melewati pos-pos tentara dan polisi. Helmnya juga harus sederhana, tidak boleh besar.

Polisi dan tentara akan sangat curiga dengan pemakai helm, karena dianggap menyembunyikan wajah dibalik helm. Parkir mobil dan sepeda motor di median jalan sisi kanan dekat taman pemisah antara jalur pulang dan pergi adalah untuk mencegah jatuhnya korban dan kerusakan akibat ledakan dari bom mobil.

Bila ada bom mobil meledak sementara mobil agak jauh dengan sisi kiri yang ada toko dan lalu lalang orang maka korbannya bisa diminimalisir.
Keistimewaan untuk tidak memakai helm di Patani, bukan berarti aturan lalu lintas lain boleh diabaikan.

Keistimewaan ini adalah simalakama dari konflik Patani. Keistimewaan ini sebenarnya hanya untuk mempermudah kerja aparat penegak hukum untuk mengenali perusuh yang berniat jahat seperti menebar teror dengan bom atau kejahatan lainnya, karena Patani adalah wilayah konflik.

Baca juga:   Putri Ungu dan Kebun Sayurnya

Berdasarkan pengalaman saya, jika sudah dicurigai, tanpa memakai helm pun tetap saja akan diperiksa ketika melewati pos aparat keamanan di sana.

Tinggalkan balasan!