Balai Bahasa Provinsi Aceh

logo tut wuri handayani kemendikbud

Balai Bahasa Provinsi Aceh

Pertunjukan mop-mop (seni drama tradisional Aceh) tak pernah kita saksikan lagi. Maklum, perubahan sosial akibat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan hiburan telah menggerus daya tarik seni pertunjukan yang mengandalkan musik biola ini.

Mop-mop terdiri atas 3 pemain, yaitu yah tuan (ayah mertua dari pihak perempuan), linto baroe (suami), dan dara baroe (istri). Tema cerita selalu berangkat dari masalah rumah tangga. Yah tuan berperan sekaligus sebagai pemain biola dan dalang, linto baroe sebagai pembuat ulah, dan dara baroe sebagai yang selalu dibuat kesal oleh tingkah linto baroe.

Pertunjukan mop-mop berfungsi sebagai sarana kritik sosial, pendidikan, dan hiburan. Oleh karena itu, topik pertunjukan disesuaikan dengan usia, latar belakang peserta, dan masalah sosial yang sedang berkembang seperti maraknya jual beli bunga, jual beli chip, dan sebagainya.

“Saat ini, mop-mop mengalami krisis. Hanya dua grup di Aceh Utara dengan para pemain yang sudah berusia lanjut yang masih bertahan. Meskipun beberapa penelitian dan upaya konservasi telah dilakukan, namun hasilnya belum tampak. Atas dasar itu, kita memutuskan untuk melakukan revitalisasi”. Demikian keterangan Cut Ida Agustina, pengkaji kebahasaan dan kesastraan Balai Bahasa Provinsi Aceh yang bertindak selaku ketua pelaksana kepada redaksi (Kamis, 26/11/2020).

Revitalisasi Sastra Lisan mop-mop di Kabupaten Bireuen diadakan selama dua hari, 24 s.d. 25 November 2020 di Ruang Multimedia SMPN 2 Bireuen. Peserta terdiri atas guru (seni), mahasiswa, dan siswa. Menurut Cut Ida, pemilihan Bireun sebagai lokasi kegiatan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh T. Zulfajri bahwa sebelumnya di daerah ini pernah ada pemain mop-mop.

Panitia menggunakan strategi revitalisasi berbasis komunitas dengan memfasilitasi masyarakat setempat (peserta) untuk mempelajari pertunjukan mop-mop secara langsung dari Syeh Habibi dan Nyak Man. Keduanya merupakan pemain/pelatih mop-mop dari Aceh Utara sebagai satu-satunya daerah yang masih menyisakan pemain seni tradisi unik ini.

Karena keterbatasan waktu, pelatihan difokuskan pada regenerasi pemain biola sebagai unsur pokok yang membedakan Mop-Mop dengan seni drama lainnya. Pelatihan ini berhasil membentuk komunitas seni pelestari mop-mop yang diberi nama Komunitas Seni, Budaya, dan Sastra Bireuen yang dipimpin oleh Ezy seorang guru seni dari SMPN 5 Juli.

Ketua panitia berharap komunitas ini dapat menjadi penggerak tumbuhnya berbagai kelompok pelestari lainnya di wilayah Bireun dan sekitarnya sehingga seni pertunjukan mop-mop dapat bangkit dan semarak kembali.

Tentang penulis

Tinggalkan balasan!