Melacak Cerita Rakyat Tahap II

Setelah terjun ke Pidie dan Pidie Jaya dari 22—26 Maret silam, tim pencarian data penerjemahan Balai Bahasa Provinsi Aceh yang tergabung dalam Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional penerjemahan (KKLPP) bergerak ke Bireuen melanjutkan pencarian data penerjemahan cerita rakyat Aceh tahap II. Tim kedua ini diketuai Murhaban, S.Ag., M.A., dan beranggotakan Rahmat, S.Ag., M.Hum., dan Zainun, S.Ag., M.Pd. 

Kegiatan pencarian data cerita rakyat tersebut berlangsung selama lima hari, sejak 29 Maret hingga 2 April 2021. Beberapa tokoh sejarah dan budayawan di kawasan Bireuen berhasil diwawancarai, dua di antaranya adalah Tgk. Ismail (91 tahun) dari gampong Pante Lhong dan Tgk. Musa (86 tahun) dari gampong Tanoh Anoe, Peusangan. Kedua tokoh sejarah yang terlihat masih enerjik tersebut menceritakan banyak kisah sejarah dan kilas balik perjalanan hidup mereka. Beberapa kisah legenda, baik sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia pun tak luput dari ingatan.

Wawancara dengan narasumber

Beberapa kisah tersebut adalah kisah Putroe Bungsu, Paya Ni, dan Raja Jeumpa. Tgk. Ismail yang mantan pengawal Abu Daud Beureueh, Gubernur Militer Aceh dan Sumut pada masa pascakemerdekaan, juga menceritakan asal muasal penamaan beberapa gampong di Bireuen, seperti penamaan Matang Geulumpang Dua dan Gampong Pante Lhong. Di akhir wawancara, pelaku sejarah itu menitip pesan penting: “Pada semua cerita rakyat, baik itu kisah sejarah maupun legenda tentu sarat nilai-nilai filosofis, nilai-nilai luhur dan religius yang harus menjadi dasar untuk membangun karakter anak bangsa, terutama generasi muda Aceh dan anak-anak Indonesia pada umumnya,” tutup Tgk. Ismail sambil mengajak tim berfoto bersama di halaman rumahnya di kawasan pedalaman Bireuen.

Tim pencarian data penerjemahan bersama Tgk. Ismail (kedua dari kanan)

Tinggalkan balasan!