Revitalisasi Nazam di Aceh Barat

Alhamdulillah pujo Hazarat

Maha Suci that Po Rabbul Kade

Seulaweut saleum ke Nabi Muhammad

Pang ule umat nabi yang akhe

Seorang lelaki paruh baya, dengan suara agak serak melantunkan beberapa bait syair dengan irama khas yang cukup merdu. Di hadapannya, belasan remaja dengan tertib duduk bersila menyimak penjelasan yang diselingi alunan irama syair yang cukup menyentuh kalbu.

Sore itu, di ruang tengah rumahnya, Syeh Masri, begitu lelaki paruh baya itu biasa disapa, sedang mengajarkan nazam dan melatih mereka irama-irama lagu yang biasa dipakai dalam salah satu bentuk puisi keagamaan ini. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Revitalisasi Nazam yang diadakan oleh Balai Bahasa Provinsi Aceh tanggal 31 Maret sampai dengan 2 April 2021.

Selama dua hari, Syeh Masri yang juga piawai bermain rapa’i geleng ini melatih para remaja di Desa Mesjid Tuha, Kecamatan Meurebo, Kabupaten Aceh Barat tentang tata cara membaca dan melantunkan syair-syair nazam. Iramanya unik, tidak satu pun yang menyerupai lagu-lagu populer yang sering ditampilkan di kafe-kafe tempat muda-mudi nongkrong mencari hiburan. Suara instrumen musik sebagai pengiringnya pun tidak ada. Menurut Syeh Masri, kekuatan nazam terletak pada irama dan komposisi syair, tetapi juga harus didukung oleh nada suara pembaca yang selaras.

Melalui lantunan nazam yang syahdu, nasehat-nasehat keagamaan mengalir ke sanubari para pendengarnya dan mengisi telaga rohani dengan kebaikan-kebaikan yang perlu dijadikan bekal dalam menjalani kehidupan di dunia. Umumnya isi nazam memang berkisar pada tema-tema keagamaan Islam seperti sifat-sifat Allah, kerinduan terhadap rasul, keelokan pribadi sahabat nabi, dan pesan-pesan kebaikan.

Tidak ada satu pun nazam yang mengekspresikan perasaan patah hati akibat ditinggalkan pacar, atau indahnya cinta satu malam, dan tema-tema semacam itu lainnya yang terpengaruh sindrom bucin. Nazam merupakan bentuk puisi keagamaan dan awalnya memang digunakan sebagai bagian dari media dakwah dan hiburan yang bersifat mendidik. Siapa saja yang mendengarkan nazam, ia akan teringat kepada ajaran agama. 

“Nazam ini dulunya berasal dari Arab,” jelas Syeh Masri kepada para muridnya. Itulah kenapa nazam sejak semula hingga sekarang merupakan seni budaya yang islami.

Jumat, 2 Maret 2021, usai menunaikan salat asar di Masjid Nurul Iman Desa Ranto Panyang, Tim Balai Bahasa Provinsi Aceh yang dipimpin M. Toha segera bergerak dengan mobil menuju Desa Mesjid Tuha. Tidak sampai lima menit, Tim BBPA telah sampai di rumah Syeh Masri di Jalan Bungong Tanjung. Langit cerah. Awan kelabu yang sempat menaungi Aceh Barat siang tadi kini telah hilang entah ke mana. Setidaknya, begitulah langit di Kecamatan Meureubo sore itu.

Setelah sedikit disibukkan oleh tetek bengek persiapan acara yang sebenarnya cukup sederhana, puncak kegiatan revitalisasi nazam di Aceh Barat pun akhirnya bisa dimulai. Sekitar pukul lima, Yunis dan sebelas kawannya mulai melantunkan nazam “Jaga Martabat Aceh” dengan apik. Pada penampilan kedua, nazam “Wafeut Nabi” juga ditampilkan dengan kemampuan olah vokal yang cukup baik. Meski hanya mendapatkan pelatihan singkat, murid-murid Syeh Masri berhasil membawakan nazam dengan baik pada penampilan sore itu. Tentu masih ada beberapa kekurangan di sana sini. Tetapi, sebagai remaja pemula, penampilan Yunis dan kawan-kawan sudah dapat dikatakan memuaskan dan patut diapresiasi.

Pak Keuchik Desa Mesjid Tuha serta beberapa masyarakat sekitar yang turut hadir menyaksikan penampilan sore itu ikut senang dengan keterampilan murid-murid Syeh Masri dalam menampilkan nazam. “Dengan adanya generasi muda yang bersedia mempelajari nazam di Aceh Barat, eksistensi nazam di masa depan masih memiliki harapan. Jika tidak lebih baik, paling tidak bisa bertahan,” katanya. “Kami sangat mengapresiasi inisiatif dan dukungan dari Balai Bahasa Provinsi Aceh dalam kegiatan seperti ini,” tambahnya.

Memang tak bisa dimungkiri bahwa eksistensi nazam pada zaman sekarang bisa dibilang memprihatinkan. Sebagaimana kesenian-kesenian tradisional yang kehilangan banyak peminat karena perkembangan zaman, nazam juga bernasib tidak jauh berbeda. Pada 2018 lalu, kanalaceh.com menayangkan artikel yang menunjukkan sikap keprihatinan terhadap rendahnya perhatian masyarakat, khususnya di Aceh, terhadap keberadaan nazam dewasa ini. Keprihatinan ini ditegaskan pula oleh Syeh Masri ketika Tim BBPA mewawancarainya pada 31 Maret 2021. Beragam media hiburan yang semakin ramai di zaman sekarang dianggap membuat kesenian nazam kalah pamor dan semakin lama semakin ditinggalkan masyarakat.

Situasi demikian memang dilematis. Perubahan zaman dengan segenap perangkat kehidupannya mau tidak mau juga mengubah gaya hidup masyarakat, termasuk dalam urusan hiburan. Segala hal yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan arus zaman akan cenderung tersingkir, dan perlahan-lahan ditinggalkan. Tantangan ini muncul di mana-mana terhadap kesenian tradisional apa saja.

Kegiatan revitalisasi yang telah dilakukan oleh BBPA sejak tanggal 31 Maret lalu tentu tidak cukup untuk membuat nazam menjadi panjang umur dan berdaya hidup tinggi di masyarakat Aceh. Optimisme terhadap eksistensi nazam mesti senantiasa dirawat dan diejawantahkan menjadi usaha-usaha konkret yang kontinu, baik itu dari pemerintah, masyarakat, maupun dari pegiat nazam itu sendiri. Kerja sama serta konsistensi dari usaha-usaha tersebut jelas merupakan faktor penentu bagi membaiknya daya hidup nazam di masyarakat Aceh pada generasi yang akan datang. Pelatihan serta pertunjukan nazam hanyalah dua dari sekian banyak usaha yang perlu diselenggarakan untuk merevitalisasi nazam sebagai salah satu seni budaya Aceh yang kian langka.

Tinggalkan balasan!