Balai Bahasa Provinsi Aceh

logo tut wuri handayani kemendikbud

Balai Bahasa Provinsi Aceh

Aku pulang ke rumah dengan hati riang. Hari ini aku membawa pulang tiga potong risol kesukaanku. Isiannya lengkap berisi keju, mayones, daging asap, dan telur rebus. Lezat bergizi. Risolnya masih panas dan harum baunya membuat perutku menjadi semakin lapar.

Ketika aku membuka bungkusan risol di meja makan, muncullah adikku si Falisa. Hidungnya kembang kempis ketika mencium sepotong risol yang sudah aku belah menjadi dua. Asapnya mengepul menguarkan aroma keju dan mayones. Ketika aku hendak memakan risol, adikku menghampiriku.

“Kak, bagi dong risolnya! Satu saja!” pintanya memelas dengan menunjukkan ke hadapanku wajahnya yang bulat dan imut-imut itu. Adikku memang doyan makan sama sepertiku.

“Tidak boleh. Ini risolku. Kau kan juga diberikan uang jajan oleh ayah dan ibu. Kamu beli saja menggunakan uangmu sendiri,” ujarku tak peduli terhadap rengekannya. Aku menyisihkan setengah bagian dari uang jajanku selama tiga hari untuk dapat membeli risol itu.

“Uang jajanku sudah habis,” adikku kembali berusaha mengiba di hadapanku.

Aku berpikir sejenak. Risolku ada tiga. Aku memberikan satu risol untuknya, risolku tinggal dua. Padahal aku ingin makan dua risol lagi nanti sore sambil minum jus jeruk hangat kesukaanku.

“Ini risolku. Jangan Kamu minta! Aku memberikan satu risol untukmu, aku tidak kenyang,” aku memasukkan kembali dua risol ke dalam pembungkusnya untuk aku makan nanti.

“Kakak pelit, kakak mempunyai tiga risol, aku minta satu untukku tidak Kakak berikan,”

Mata adikku mulai berkaca-kaca karena aku tidak memberikan risol untuknya. Ia kemudian melangkah pergi menuju ke halaman belakang rumah. Aku masih tetap tidak peduli. Aku melanjutkan makanku. Aku menghabiskan satu risol berukuran besar itu hingga tidak bersisa.  Rasanya benar-benar enak.

***

“Adikmu mana?” tanya ibuku ketika ia pulang bekerja. Ibuku bekerja sebagai desainer fesyen di butik pakaian miliknya. Saat itu aku sedang bersantai di sofa yang berada di ruang tengah. Aku melihat ibu menenteng bungkusan yang mengeluarkan aroma bakso. Harum kuah bakso yang gurih menguar hingga memenuhi ruang tengah. Hmmm, itu makanan favoritku juga.

“Ia di halaman belakang,” sahutku.

“Panggil adikmu! Kita makan bakso bersama,” ujar ibuku.

Aku segera menuju ke halaman belakang untuk memanggil adikku. Riuh suara anak-anak terdengar di halaman belakang rumah kami. Ada beberapa anak sedang mengelilingi adikku. Adikku tampak sedang membagi-bagikan buku tulis dan pensil untuk anak-anak itu. Senyum terpancar dari wajah mereka. Mereka tampak senang mendapat buku tulis dan pensil yang dibagikan adikku. Ketika adikku melihat kedatanganku, ia memalingkan wajah ke arahku. Ia tersenyum senang melihat kedatanganku.

“Mereka siapa?” tanyaku.

“Mereka anak-anak di luar kompleks kita, Kak. Mereka anak-anak pekerja harian yang bekerja di butik pakaian milik ibu kita. Aku mengenal mereka karena aku sering berkunjung ke butik ibu. Tadi aku melihat mereka sedang bermain di sekitar rumah kita. Jadi, aku mengajak mereka mampir ke rumah. Aku membeli buku tulis dan pensil untuk mereka dengan cara menyisihkan sebagian uang jajanku,”

Aku menjadi terharu mendengar penuturan adikku. Ia yang uang jajannya lebih sedikit daripadaku dapat menyisihkan sebagian uang jajannya untuk berbagi kepada anak-anak lainnya.

“Kamu masih mau makan risol yang aku beli tadi?” tanyaku kepadanya. Adikku menganggukkan kepalanya.

“Mau Kak, risol itu kan enak,” sahut adikku. Aku pun tersenyum senang.

Nurhaida

Balai Bahasa Provinsi Aceh, Februari 2022

Tentang penulis

Tinggalkan balasan!