Dari tampilannya saja sudah kelihatan; warna kusam, model ketinggalan. Apalagi kancingnya, warna emasnya sedikit karatan; bahkan, ada sobekan jahitan di kerah belakang. Tapi, sudah kujahit sehingga agak erat dan tentu tak lagi kelihatan.
Jas berkelas, aku menyebutnya, mengapa?
Alasan utama adalah sesuatu yang baru itu belum tentu semuanya berkelas; analogi ini kubalik saja, sesuatu yang lama pun belum tentu tidak berkelas; sehingga kusimpulkan: Jas bekas tidak selamanya tidak berkelas.

Bagiku ia seolah hidup; bernyawa, bercerita, berbicara.
Tentang bagaimana ia dulu dibeli dan dibawa dari tanah Makkah; tanah suci, lebih dari 20 tahun lalu. Ini alasan kedua tentang keberkelasannya.
Saat ayahku, allahumma yarham, membawanya pulang dengan cara yang unik; memakainya hingga berlapis-lapis; empat. Satu untuknya, tiga untuk kami.
Kuyakin, ada doa tersemat di balik jas bekas itu; doa di Raudhah dan di tempat-tempat makbul lainnya. Barangkali Ayahku berkeyakinan suatu saat jas ini akan dipakai oleh seorang pejabat; terserah siapa saja dari anaknya.
Jas bekas itu bercerita lagi.
“Jas yang kamu pakai ini adalah lapisan keempat, ayahmu tampak berisi,” aku tidak sekadar mendengar saja celotehnya. Kuberkomitmen memakainya.
Karena itu, saat sidang magisterku, ia menoleh padaku seolah mengiba agar aku memakainya, bukan untuk penampilan tapi untuk penghormatan.
Aku tersenyum melihat tingkahnya…
“Jangan khawatir! Siapa sih yang lupa dengan keberkahanmu?”
Ada doa di sakumu, ada harapan, impian, dan selaksa izah… Itu 10 tahun yang lalu.
Hari ini, 18 Mei 2022
Aku tetap menoleh padanya…padahal warnanya telah semakin tua apalagi modelnya…
Ketika Tuhan mendengar doa, tentu semestinya tidak perlu diulang-ulang berkali-kali. Bukankah Tuhan tidak buta dan tuli atau bahkan lupa?
Tuhan akan menjawab saat yang tepat untuk kita, kurasa hari inilah saat itu. Doa di balik jas bekas itu termaktub sudah dalam garis takdir-Nya.
Jas bekas!
Doakan aku amanah, tawadhu, tetap zuhud hingga aku menyandang nama yang sama; bekas manusia karena pasti akan fana jua.
Jas bekas yang membekas; di jantung dan di nadiku, selamanya.
Insya Allah, Kantor Bahasa Kepri, 2 Juni 2022